SEMARANG – Semua permasalahan hukum termasuk sengketa tanah seharusnya selesai apabila ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Riyanta, anggota Komisi II DPR RI yang salah satunya membidangi pertanahan mengatakan, semua pihak di negara ini tanpa terkecuali harus taat terhadap putusan hukum. Dia mengatakan, putusan hukum MA bersifat inkrah, pihak-pihak terkait semestinya menghormati putusan hukum tersebut.
“Kalau putusan soal pertanahan misalnya, ya BPN sebagai pihak yang berkepentingan seharusnya memberikan kepastian hukum atas status tanah tersebut. Misalnya dengan menerbitkan sertifikat agar kepemilikannya jelas. Apa gunanya pengadilan kalau sudah ada putusan inkrah tapi diabaikan”,” jelas Riyanta, yang juga pilitisi dari PDI Perjuangan.
Riyanta mengatakan, persoalan tanah memang pelik. Tidak jarang putusan pengadilan yang inkrah masih mendapatkan perlawanan dari pihak-pihak tertentu. “Kalau BPN takut, maka persoalan akan semakin rumit. Kalau mau ukur tanah misalnya, bisa minta dikawal polisi dengan dasar putusan pengadilan tersebut. Pihak-pihak yang menghalangi pengukuran bisa diancam pidana,” tandasnya.
Seperti yang terjadi di Kota Semarang, upaya Yayasan Dana Jetun (YDJ) untuk men-sertifikatkan kepemilikan lahan seluas 8.684 meter persegi di Jalan Lamongan Barat VI Sampangan Semarang mendapat perlawanan oleh pihak Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Semarang Barat.
Meski kalah di pengadilan, pihak HKBP masih ngotot mempertahankan tanah tersebut. Padahal pengadilan telah menetapkan YDJ sebagai pemilik sah lahan tersebut melalui putusan kasasi Mahkamah Agung sejak tahun 2018.
HKBP melalui kuasa hukumnya Apul P Simorangkir mengirimkan surat kebertaan dan penolakan atas pengukuran tanah yang diajukan YDJ ke BPN Kota Semarang. Apul mengemukakan berbagai alasan yang pada intinya YDJ tidak punya hak apapun atas tanah tersebut. Apul bahkan mengatakan pihaknya telah melaporkan ke Polda Jateng atas dugaan pemalsuan akta autentik oleh pihak tertentu dengan tujuan untuk menguasai tanah tersebut. “Kami juga sudah mendaftarkan untuk pensertifikatan tanah tersebut mellaui Panitia PTSL Kelurahan Sampangan atas petunjuk BPN Kota Semarang,” kata Apul seperti yang ditulis dalam surat keberatan tersebut.
Lurah Sampangan Mohammad Anugrah Hamonangan saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya menghormati putusan hukum. Namun sebagai tindak lanjut dari putusan MA tersebut, pihaknya merasa perlu meminta rekomendasi ke Bagian Hukum Pemkot Semarang, sebelum membuat tindkaan administrasi apapun terkait tanah di wilayahnya tersebut. “Saya ini sarjana komputer, sehingga untuk persoalan hukum harus minta rekomendasi ke Bagian Hukum Pemkot,” ujarnya saat ditemui di kantornya.
Sementara Kabag Hukum Pemkot Semarang Satrio Imam Poetranto mengaku pihaknya sedang mengkaji persoalan tanah di Sampangan tersebut. “Memang benar sudah ada putusan MA, tapi kita tetap harus cermat dan perlu kajian mendalam agar Pemkot Semarang tidak salah. Tapi intinya kalau sudah ada putusan pengadilan yang inkrah seharusnya tanah tersebut sudah tidak sengketa lagi dan Kelurahan Sampangan harus mengeluarkan surat bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa,” tegasnya.
Pihak HKBP saat ini memasang spanduk peringatan di lokasi lahan yang bertuliskan tanah tersebut milik Gereja HKBP dan di bawah pengawasan Kantor Hukum Pariadin Law Firm. YDJ melalui kuasanya Aziz Suryo Kusumo menyayangkan aksi yang dilakukan pihak yang mengaku kuasa hukum HKBP tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan HKBP melecehkan putusan pengadilan dan masuk ranah pidana.
Lebih lanjut Aziz mendesak agar BPN Kota Semarang untuk segera melakukan pengukuran lahan yang diajukan pihak YDJ, agar segera terbut sertifikat dan permasalahan selesai. “Sudah ada putusan pengadilan yang inkrah, jadi BPN tidak boleh ragu-ragu menjalankan tugasnya. Apa gunanya kita berdarah-darah di pengadilan selama bertahun-tahun kalau putusannya tidak dijalankan BPN?,” tegas Aziz.
BPN Semarang melalui Kasi Pengukuran BPN Kota Semarang Dwi Ari Sugiarto memberikan jawaban datar saat dikonfirmasi. Dia mengatakan, pihaknya berharap pihak YDJ dan HKBP untuk kembali bermediasi. “BPN Kota Semarang menyarankan mereka kembali melakukan mediasi,” ujarnya singkat. (*)