KUDUS – Selama lebih dari seabad, Industri Hasil Tembakau (IHT) telah menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi perekonomian dan budaya Indonesia. Dari kota kecil Kudus, Jawa Tengah, sejarah panjang industri kretek โ yang lahir dari kreativitas rakyat โ telah membentuk identitas ekonomi nasional yang khas: kuat, mandiri, dan berakar pada kearifan lokal.
๐ธ Warisan Sejarah dari Kudus
Awal mula industri ini tidak lepas dari kisah Nitisemito, tokoh yang dikenal sebagai pelopor rokok kretek di awal abad ke-20. Ia mengubah usaha rumahan menjadi sistem industri yang terorganisir, membuka lapangan kerja bagi ribuan masyarakat Kudus. Dari sinilah, berbagai perusahaan besar seperti Nojorono Tobacco International, Djarum, dan pabrikan lokal lainnya tumbuh, menjadikan Kudus sebagai โKota Kretekโ dan simbol kebangkitan ekonomi rakyat.
IHT kemudian menjelma menjadi penopang penting ekonomi nasional, bahkan sejak masa penjajahan hingga kemerdekaan. Produk hasil tembakau menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang konsisten menopang pembangunan.
๐ธ Kontribusi Nyata bagi Perekonomian
Data Kementerian Keuangan menunjukkan, IHT masih menjadi penyumbang cukai terbesar di Indonesia, dengan kontribusi mencapai lebih dari Rp 200 triliun per tahun. Angka ini tidak hanya menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi juga menjadi sumber dana bagi pembangunan daerah penghasil tembakau melalui DBHCHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau).
Selain itu, sektor ini menyerap lebih dari enam juta tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung โ mulai dari petani tembakau dan cengkih, buruh pabrik, hingga pelaku UMKM yang bergerak di bidang logistik, kemasan, dan distribusi. Bagi banyak daerah seperti Kudus, Temanggung, Bojonegoro, dan Madura, IHT bukan sekadar industri, tetapi penyangga kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.
๐ธ Antara Ekonomi dan Budaya
Lebih dari sekadar sektor ekonomi, IHT telah menorehkan jejak budaya yang mendalam. Kretek โ hasil olahan khas Indonesia โ bukan hanya produk komersial, melainkan simbol kreativitas bangsa. Ia lahir dari perpaduan antara tembakau dan cengkih, menciptakan aroma dan cita rasa yang menjadi ciri khas Indonesia di mata dunia.
Melalui berbagai program tanggung jawab sosial (CSR), perusahaan-perusahaan IHT seperti Nojorono juga turut berkontribusi dalam bidang pendidikan, lingkungan, dan pelestarian budaya. Dengan begitu, industri ini tidak hanya menciptakan nilai ekonomi, tetapi juga menumbuhkan nilai kemanusiaan.
๐ธ Beradaptasi di Era Modern
Meski dihadapkan pada tantangan regulasi dan perubahan gaya hidup masyarakat, IHT terus beradaptasi. Inovasi dalam teknologi produksi, komitmen terhadap kualitas, serta kepedulian terhadap kesejahteraan pekerja menjadi bukti bahwa industri ini mampu bertahan dan berkembang secara berkelanjutan.
Di usia ke-93 tahun PT Nojorono Tobacco International, refleksi atas peran historis IHT menjadi penting untuk dipahami. Industri ini bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan pilar ekonomi yang terus menulis babak baru dalam sejarah pembangunan Indonesia.
๐ธ Simpulan
Perjalanan panjang IHT menunjukkan bahwa industri berbasis budaya lokal dapat bertransformasi menjadi kekuatan ekonomi nasional. Di tengah dinamika zaman, IHT tetap membuktikan diri sebagai sumber inspirasi tentang ketekunan, inovasi, dan kontribusi nyata bagi bangsa.
Sejarah kretek bukan hanya tentang tembakau, tetapi tentang manusia, kerja keras, dan mimpi untuk menjadikan ekonomi Indonesia berdikari.