PEKALONGAN – Pemprov Jateng bersama pemerintah kabupaten/kota di sepanjang pesisir Pantai Utara (Pantura) Jawa harus serius dalam mengatasi berbagai persoalan yang menimpa nelayan. Khususnya nelayan kecil yang hanya bisa berlayar hingga radius 15 mil dari bibir pantai utara Jawa.
Persoalan yang dihadapi nelayan kecil ini antara lain ketersediaan bahan bakar minyak atau BBM, harga jual ikan yang tidak menentu hingga persoalan cuaca yang kerap sulit diprediksi.
Menurut wakil Ketua DPRD Jateng H Sukirman, perubahan iklim kerap membuat cuaca tidak menentu bahkan ekstrem.
“Pemerintah tidak boleh tinggal diam, ada ratusan ribu nelayan di sepanjang jalur Pantura Jateng,” ujarnya.
Di wilayah Pantura Barat, konsentrasi nelayan ada di Kendal, Batang, Pekalongan, Tegal hinga Brebes. Sedangkan Pantura Timur paling banyak ada di Juwana, Rembang, Jepara dan Demak.
“Persoalan ketersediaan BBM bagi nelayan misalnya, harus ada kepastian sehingga ketika hendak melaut nelayan sudah mendapatkan BBM sesuai dengan ketentuan, khususnya BBM subsidi,” ujar Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah ini.
Pihaknya merasa prihatin atas masalah dan nasib yang dihadapi oleh nelayan. Dengan kesulitan mendapatkan BBM rencana mencari ikan di laut jadi tidak terlaksana.
“Kapal kan butuh BBM, kalau BBM nya saja susah, bagaimana mereka bisa melaut,” katanya. Kondisinya tentu rawan menciptakan persoalan kemiskinan.
“Nelayan seringkali menghadapi berbagai masalah seperti sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) khusus nelayan, serta ketidaksebandingan antara harga jual ikan dengan hasil tangkapan mereka,” ujar Sukirman.
Persoalan ekonomi yang menimpa kaum nelayan kecil ini tak kunjung selesai. Misalnya saat musim baratan atau perbahan iklam. “Mereka bertahan harus dengan istilah gali lubang tutup lubang. Utang sana-sini. Ini persoalan mendasar,” ungkap Sukirman.
Politisi PKB ini menjelaskan meskipun Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam sektor maritim dan kelautan, nasib nelayan terutama nelayan tradisional, belum membaik. Di Provinsi Jawa Tengah, jumlah nelayan mencapai 158 ribu orang yang tersebar di sepanjang pesisir utara dan selatan.
“Saya termasuk yang mencermati berbagai tantangan yang dihadapi oleh nelayan, termasuk ketidakpastian cuaca yang membuat mereka sulit menentukan kapan tepatnya melaut, ini persoalan serius yang harus segera ditangani,” katanya.
Terlebih lagi, kapal yang mereka gunakan cenderung kecil dengan kemampuan jelajah yang rendah, sehingga mereka enggan melaut saat musim baratan tiba. Selain itu, persoalan BBM sering kali menjadi masalah yang sulit diatasi.
“Masalah reklamasi pantai yang terkadang mempersempit ruang nelayan mencari ikan. Masalah lainnya, soal penjualan ikan,” imbuhnya. Sukirman meminta supaya masalah BBM hendaknya menjadi perhatian serius pemerintah.
Harga BBM sering kali mengalami kenaikan dua kali lipat yang berdampak pada nelayan. Selain itu, pemanfaatan teknologi merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah untuk memastikan para nelayan dapat memahami dan menggunakan teknologi dengan baik.
“Penguatan kapasitas nelayan menjadi pekerjaan serius bagi pemerintah,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah Fendiawan Tiskiantoro secara terpisah menyatakan Pemprov Jateng tidak tinggal diam dalam memperhatikan nasib nelayan. Belum lagi dengan akan diberlakukannya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor perikanan masih dinilai memberatkan nelayan.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan Undip Prof Aristi Dian Purnama Fitri mengatakan saat ini teknologi digital menjadi keharusan termasuk yang harus dikuasai oleh nelayan. Terdapat banyak keunggulan dari pengembangan teknologi di bidang kelautan sekarang ini.
Dengan begitu, nelayan dapat mengembangkan diri dalam penguasaan teknologi.
“Apakah kemudian pengembangan teknologi itu menjadi beban tersendiri bagi nelayan atau tidak. Pemerintah harus mempunyai program pengembangan kapasitas nelayan,” katanya.
Kondisi cuaca memang cukup merisaukan kaum nelayan. Berdasarkan laporan Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Jawa Tengah (Jateng), memperkirakan sepekan kedepan ini, masih terjadi peningkatan kecepatan angin di wilayah pantai utara (Pantura) dan pantai selatan (Pansela).
Kecepatan angin diprediksi mencapai 10 hingga 30 kilometer per jam terutama saat siang hari. Koordinator Informasi dan Observasi pada Stasiun BMKG Meteorologi Ahmad Yani Semarang, Giyarto, mengatakan angin kencang yang melanda Jawa Tengah dipengaruhi adanya tekanan udara yang rendah di sisi utara garis ekuator. Angin kencang yang muncul memiliki kecepatan yang berbeda pada malam dan siang hari.
“Makanya kecepatannya meningkat di atas rata-rata, tidak hanya saat malam tapi juga pas siang. Karena ada pengaruh lain berupa minimnya proses pembentukan awan,” ujar Giyarto.
Giyarto meminta kepada para nelayan berperahu kecil agar meningkatkan kewaspadaan selama terjadinya angin kencang karena berisiko menimbulkan ombak di pesisir utara dan pesisir selatan yang cukup tinggi. Meskipun peningkatan kecepatan angin ini masih pada taraf wajar.
“Karena gelombang laut pesisir utara dan selatan ada potensi yang meninggi, maka untuk kapal-kapal nelayan yang kecil harus waspada. Karena peningkatan gelombangnya cukup lumayan. Nelayan yang naik perahu kecil sangat berbahaya, tapi untuk kapal yang besar masih aman-aman saja” jelasnya.
Adapun temperatur udara rata-rata di wilayah Jawa Tengah memiliki perbedaan mencolok pada bagian utara dan selatan. Pihaknya mengungkapkan pada Jawa Tengah bagian selatan suhu udaranya berkisar 22-33 derajat Celcius, sedangkan di sisi utara Jawa Tengah lebih tinggi yaitu 23-34 derajat Celcius. (ida/anf)